July 01, 2008

Ketika Tulisan Unstoppable


Judul film : Freedom Writers, Director: Richard LaGravenese
Cast: Hilary Swank (Erin Gruwell), Patrick Dempsey (Scott Casey),
Scott Glenn (Steve), Imelda Staunton (Margaret Campbell),
Kristin Herrera (Gloria), April L. Hernandez (Eva)
Genre: Drama. Year: 2007
Running Time: 123 Minutes
Produksi: Paramount Pictures

Film ini diangkat dari kisah nyata di sekolah ruangan kelas 203. Kali ini, “Freedom Writers” mengangkat kisah nyata dari Wilson, Long Beach, Amerika Serikat. Film ini diangkat dari novel berjudul sama yang merupakan kompilasi dari buku harian murid-murid tersebut.

Di kawasan ini, hidup berbagai kelompok seperti Little Cambodia, The Ghetto, Wonder Bread Land, dan South of The Borders. Masing-masing kelompok ini tidak akur dan selalu terjadi perselisihan. Sampai muncul istilah “School is like the city, and the city is like the prison,”.

Erin Gruwell guru baru di kelas 203, pada awalnya Mrs “G” (panggilan akrabnya) tidak pernah menyangka akan menghadapi kelas yang diisi oleh kumpulan anak-anak nakal. Erin yang mempunyai semangat layaknya baru menjadi seorang guru harus berhadapan dengan murid-murid yang sulit diatur. Ia berperan sebagai guru bahasa Inggris yang dihadapkan dengan masalah rasisme dikelasnya yang makin hari semakin meruncing.

Kelas 203 memang dihuni oleh murid-murid dari berbagai ras dan budaya yang sangat beragam, tak heran sentimen rasial setiap hari muncul saat ia mengajar. Dengan menggunakan pendekatan simpatik, Gruwel mencoba memahami latar belakang murid-muridnya dan menjembatani hal - hal yang begitu sensitif menyangkut sikap rasis.

Buku fenomenal yang berjudul “The Diary of Anne Frank” menjadi titik awal dimulainya perubahan, Mrs G melihat murid – muridnya belum memahami bahwa sikap rasis merupakan hal yang sangat berbahaya. Pendekatan dimulai dengan mengajak mereka membaca buku mengenai Anne Frank, diary dari seorang anak kecil yang menjadi saksi mata langsung kejahatan NAZI terhadap kaum Yahudi pada masa perang dunia kedua. Erin juga meminta mereka untuk mengutarakan isi hati mereka dalam sebuah tulisan di diary yang sudah ia persiapkan, seperti yang dilakukan oleh Anne Frank dahulu.

Setelah membaca diary murid – murid 203, Mrs G mulai mengerti mengenai apa sebenarnya keinginan mereka, dan anak-anak tersebut pun mulai mengerti bahwa Erin berbeda dengan guru-guru lainnya. Apabila guru-guru lainnya mengira mereka hanyalah sampah semata, Erin bisa mengerti bahwa mereka layak untuk diperjuangkan, dan dia mau memperjuangkan mereka. Sedikit demi sedikit mereka pun mulai bisa saling mengerti, saling mengisi, dan membentuk satu keluarga. Perubahan murid-murid kelas 203 ini tidak terjadi dalam semalam tetapi tahap demi tahap. Mereka yang pada awalnya adalah murid-murid nakal, mulai belajar mengenai kehidupan di luar sana, dan menyadari bahwa masih ada begitu banyak orang yang kurang beruntung ketimbang mereka.

Tentu saja Erin bukannya tanpa masalah menghadapi murid-murid ini. Masalah utama datang dari Margaret Campbell, sang kepala bagian yang menentangnya secara habis-habisan. Erin juga menghadapi masalah dari banyak guru-guru lainnya yang menganggap bahwa murid-muridnya tetap anak brengsek yang kalau dilepas akan kembali menjadi liar dan rusak. Hubungan Erin dengan sang suami juga mulai menjadi renggang karena sang suami menganggap bahwa Erin terlalu banyak mencurahkan waktunya kepada anak-anak ini.

Film ini mengajarkan bahwa kita bisa meluapkan semua kemarahan lewat tulisan, tapi tulisan bukan media penyebar kebencian.
Judul

1 comments:

Admin said...

beg gimana kbr kmu.klo mu lihat filem yang bgs tentang jurnalis bagus juga filem feronica guerien.gimana kbr mjlah kita