July 27, 2008

Perjalanan Yang Menyenagkan

Candi Sukuh



Candi Cetho




Tujuan kami (aku, Rully, Arab, Vidis, Eka, Tomy, Johan, dan Ayu) hari ini (13-07-2008) adalah ke kabupaten Karanganyar, tepatnya reportase ke 2 buah candi yang terletak kurang lebih 1400m diatas permukaan air laut. Karena satu dan lain hal maka jadwal keberangkatan yang semula direncanakan pukul 09.00 ternyata molor hingga pukul 12.00.
Perjalanan selama 1.5 jam dari Yogya menuju Karanganyar tidak terlalu kami rasakan. Tidak ada hambatan berarti yang kami temui selama perjalanan. Perjalanan mulai terasa menarik ketika kami mulai masuk daerah Tawangmangu. Terus terang diantara kami tidak ada seorangpun yang tahu dimana letak kedua candi tersebut secara tepat. Hanya pengalaman membaca peta dari internet yang menjadi acuan kami, selebihnya kita harus bertanya ke warga sekitar ketika papan penunjuk arah mulai membuat kita bingung. Keasyikan ngobrol membuat aku dan beberapa orang temanku salah mengambil arah jalan, tapi untungnya masih ada si Johan yang mengingatkan.

Perjalanan kita lanjutkan, udara terasa panas waktu itu, maklum kira-kira kita sampai daerah Tawangmangu sekitar pukul 14.00. Ditambah lagi kanan dan kiri jalan adalah areal persawahan yang luas, sehingga menambah teriknya matahari. Tapi itu masih lebih enak dibandingkan harus jalan siang hari di Yogya. Panas yang terasa bukan diakibatkan oleh matahari, tetapi oleh polusi. Tak berapa lama akhirnya sampailah kita di jalanan yang cukup besar, keramaian sudah terasa. Terminal kecil menyambut kami, tapi bukan itu tujuan kami. dekat terinal ada papan penunjuk arah ke daerah candi. Tanpa banyak berpikir akhirnya perjalanan kita lanjutkan.

"wah ternyata masih jauh..." gumamku.

Setengah jam berlalu akhirnya kita tempat retribusi masuk sudah kelihatan. aku sudah tidak sabar, biasanya jarak antara tempat retribusi dan obyek wisata tidak terlalu jauh. Aku sudah mengira kalau nantinya sekitar 15 menit lagi akan sampai ke daerah candi.

"Berapa pak ?" tanyaku
"Satu motor seribu rupiah..."
"Arah candi sukuh mana pak ?" Si Arab bertanya pada petugas retribusi
"Ini lurus aja mas, nanti ada pertigaan, tinggal ngambil yang kanan aja..."

Aku sudah tidak sabar ingin menikmati candi maka, setelah bayar retribusi langsung aja aku tancap gas. 10 menit kita jalan tiba-tiba jalanan berubah. Dari yang awalnya datar-datar saja berubah menjadi tanjakan. Kita semua baru ingat kalau memang daerah yang akan kita tuju ini terdapat di atas bukit. Tanjakan yang tersajipun tidak tanggung-tanggung kira-kira 35 derajat tingkat kemiringannya. Semua motor tidak akan bisa naik jika tidak menggunakan gigi 1. Kita ketawa menyaksikan medan yang harus dilalui. Mundurpun tidak mungkin, karena kita sudah separuh jalan. Konsekuensi kerusakan motorpun harus kita tanggung.

"Gimana nih... ini bisa bikin rusak motor."

Suara yang cukup kencang memancingku untuk menoleh kebelakang dan mencari siapa yang si empunya suara itu. Setelah aku menoleh kebelakang ternyata orang itu Johan. Johan merasa kewalahan menghadapi tanjakan berkelok. Motornya pun tidak mau diajak kompromi. Ruly yang sebelum berangkat telah terlebih dahulu menservice motornya mearasa tidak terlalu mendapat kendala. Perjalanan berlanjut, arah jarum jam dispidometer motor yang aku naiki dengan Vidiz tak pernah beranjak dari kisaran 20 km/jam. Panel pengukur bensin yang semula tidak mengalami penurunan berarti, kini terjadi sebaliknya. Tapi ini memang konsekuensi logis akibat jalan yang menanjak. Sesampainya di atas kita disambut oleh pemandangan yang asri. Semua terbayar, keindahan candi yang dipadu dengan keasrian alam sekitar membius kita untuk sejenak melupakan kejadian melelahkan saat perjalanan tadi. kita langsung menuju tempat parkir. Disaat semua orang sudah buru-buru ingin segera memasuki candi, tapi Johan malah tidak langsung mematikan mesin motornya. Dia menunggu mesin motornya menjadi stasioner kembali sebelum akhirnya dimatikan. Memang sebuah akibat yang harus ditanggung oleh Johan karena motornya yang dipaksa untuk naik tanjakan. Sesampainya di tempat pembelian tiket, seorang pemandu wisata mencoba menawari kami untuk menggunakan jasanya.

"perlu pemandu gak nie ?"

Dengan senyumannya si bapak pemandu tersebut mencoba merayu kami. Tapi sayang usahanya tidak membuahkan hasil. Tujuan kita ke sana adalah untuk reportase jadi sebenarnya kita memang memerlukan jasa seseorang untuk menjelaskan tentang candi tersebut. Tapi keterbatasan dana yang kami miliki memaksa kami untuk tidak menggunakan jasa beliau secara langsung. Arab yang kebetulan menjadi penanggung jawab rubik ini tidak kehilangan akal. Arab akhirnya "menyususup" ke dalam kelompok pengunjung yang menggunakan jasa guide. Semua keterangan guide dicatat dengan lengkap. akhirnya informasi yang kita perlukan dapat kami peroleh tanpa engeluarkan uang sepeserpun untuk membayar guide. Waktu menunjukkan hampir pukul 4 sore. Dipapan pengumuan tertera bahwa pukul 17.00 wib candi akan tutup.

"Pak candi cetho tutupnya jam berapa ya pak ?".
"Ya jam 5 sore juga dik".
Obrolan singkatku dengan bapak penjaga tiket masuk membuat aku berpikir bahwa jika kita berlama-lama berada di candi sukuh maka jadwal reportase ke candi cetho tidak akan tercapai. Karena aku yakin bahwa perjalanan ke candi cetho tidak akan jauh beda dengan candi sukuh. Maka kami akhirnya memutuskan untuk menyudahi reportase di candi sukuh dan dilanjutkan ke candi cetho.

"Rul ayo cepat... takut gak sampai nih ke candi cetho..." Johan berteriak memanggil Ruly yang masih berada di kompleks candi sukuh yang dengan seriusnya membidik objek dengan kameranya.
"Iya iya..." jawab Ruly singkat.

Tepat disamping tempat kami memarkir sepeda motor, ada seorang pedagang sate ayam dan kelinci. Sebenarnya aku ingin menikmati sate itu. Apalagi harga yang ditawarkan tidak terlalu mahal, hanya Rp. 5.000,-. Udara yang dingin membuat aku sejenak berpikir menikmati sate kelinci di tempat yang dingin merupakan satu hal yang cukup mengasyikkan. Tapi karena waktu yang sudah tidak memungkinkan akhirnya aku menunda keinginanku. Perjalanan turun dari candi sukuhpun ternyata tidak semudah yang kita bayangkan.

"Mesin motornya kita matikan saja, kan enak biar ngirit bensin"

Perkataan ruly tersebut disambut tawa dengan teman-teman. Kali ini medannya berganti menjadi jalanan terjal yang berkelok.

"Sul kamu jangan terlalu ke kiri..."

Vidis yang kebetulan aku bonceng, sedikit protes ketika aku terlalu mengambil jalur kiri. Maklum di samping kiri kami adalah jurang. Perjalanan berlanjut, tujuannya kal ini ke candi cetho, papan penunjuk jalan tetap menjadi fokus perhatian kami. Kurang lebih seperempat jam berlalu, wilayah perbukitan mulai tampak menyambut kami. Kali ini pemandangan yang tersaji berbeda dengan apa yang telah kami lihat di sekitar candi sukuh. Hamparan kebun teh yang luas, membuat kami seakan-akan berada jauh di luar Yogya. Akhirnya kita tiba di tempat rertibusi. Setelah berjalan beberapa saat akhirnya kami mendapati papan penunjuk jalan "candi cetho 5 km". 5 km bukanlah jalan yang jauh buatku. Mungkin hanya akan menempun waktu 15 menit paling lama. Track jalan sudah berubah, tanjakan kembali tersaji. Penjuk arah yang kita temui tadi sudah tak kupercayai lagi.

"Wah bohong tuh penunjuk arahnya..."

Teman-teman tertawa mendengar perkataanku. Pasalnya aku merasa 5 km tidaklah sejauh ini. Setelah itu kami malah melihat lagi penunjuk jalan yang bertuliskan "candi cetho 3 km". Wah kali ini aku sudah yakin kalau yang membuat penunjuk arah itu pasti ngawur. Tidak mungkin perjalanan yang kami lalui tadi dari papan penunjuk arah pertama ke penunjuk arah yang kedua hanya 2 km. Spidometer motor yang aku naiki dengan Vidiz masih hidup dan spidomrter itu tidak mungkin membohongi kami. Setelah membelok, tanjakan yang harus kami lewati ternyata lebih parah, lebih terjal dari tanjakan ke candi sukuh. Tingkat kemiringan kira-kira 40-45 derajat. Dari kejauhan terlihat dua orang yang sedang menaiki vespa terlihat kesusahan menghadapi medan ini. Ketawa kami kembali pecah ketika kami dipaksa harus menyadari bahwa perjalanan ini perjalanan yang tidak biasa. Ketika beberapa kali Vidiz harus turun dari motor karena motornya tidak kuat naik dengan menanggung beban dua orang. Namun si Ruly malah mengendarakan motornya dengan cara yang tidak lumrah. Dia menjalankan motornya dengan cara berzig-zag. Tapi aku lihat cara itu cukup ampuh untuk mengakali agar dua orang tetap bisa berboncengan. Tomy dan Eka tidak terlalu merasakan kesulitan dalam perjalanan ini. Hanya ada sekali kejadian dimana motornya terperosok ke jalan yang berlubang. Candi Cetho sudah terlihat, Disekitarnya terdapat perkampungan yang mayoritas penduduknya menggantungkan hidup dari obyek wisat candi ini. Kalau di candi Sukuh mirip sebuah astec maka di candi Cetho adalah tempat persembahyangan. Setiap jumat legi di candi ini selalu diadakan ritual.

"Ayo cepet uda dekat ni..."

Aku sedikit berteriak kepada temnaku yang lain karena posisiku berada di depan mereka. Eh malah mereka berhenti Ruly dengan sigap mengekuarkan kamera diikuti dengan Johan yang sudah siap juga mengambil gambar. Aku terpaksa juga balik turun. Yang lain pada asyik foto-foto maka aku tidak mau melewatkan acara ini juga. Setelah puas foto-foto akhirnya kita masuk ke areal candi. Sungguh menarik, tak kalah menarik dengan candi sukuh. Aroma dupa cina merebak ketika aku mulai masuk ke areal candi. Saat itu memang ada beberapa orang yang sedang melakukan sembahyang. Tangga demi tangga aku telusuri. Tak lupa aku juga mengambil beberapa foto dengan kamera yang aku pegang. Data sudah kami dapat, jam di ponselku menunjukkan hampir jam 5 sore. Itu pertanda sebentar lagi candi akan ditutup. Juru kunci candi mulai mengecek kondisi candi. Sampah-sampah mulai dibersihkan. Pintu-pintu mulai ditutup tapi kami masih ngobrol dengan salah seorang penjaga candi.

"Eka mana ?" tanyaku kepada yang lain.
"Dia uda di ke bawah" kata Ruly.
maka pintu masuk ke bangunan candi bagian atas ditutup oleh juru kunci. tapi Tomy berkata sebaliknya "Dia maih di dalam kok"

Tak berapa lama ternyata benar si eka masih di dalam. Untungnya bapak yang tadi mengunci pintu masih berada bersama kami. Maka pintu kembali dibuka. Akhirnya reportase kami berakhir, kami akhirnya memutuskan untuk pulang karena waktu sudah hampir malam. Kita memutuskan untuk makan malam di daerah solo. karena kita sampai di solo hari sudah gelap maka kami kebingungan mencari jalan pulang ke arah yogya. Kami sempat mutar-mutar di kota solo. Karena cukup ramainya solo di malam hari maka Tomy dan Eka terpisah dengan kami. Aku, Vidis, Ruly, Arab, Johan dan Ayu akhirnya memutuskan untuk terus berjalan. Setelah cukup lama berjalan ternyata jalan yang kami tempuh bukan arah ke yogya melainkan arah ke semarang. Salah arah mengakibatkan kami kehilangan banyak waktu. Tapi akhirnya kami berhasil juga menemukan arah ke yogya. Kami memutuskan untuk makan malam. Sembari menunggu makanan, aku memutuskan untuk menelpon Eka karena sms Ruly tidak dibalas dengan Eka.

"Ka kamu dimana ?"
"Aku lagi makan".
"Dimana ?"
"Udah di jalan arah ke yogya"
"Tapi kamu tahu arah ke yogya kan ?"
"Iya tahu..."
"Ya sudah, kalau kamu bingung nanti hubungi aku ya.."
"Iya"

Percakapan aku dengan eka di telepon cukup membuat kami lega. Akhirnya kami dapat makan malam dengan tenang. Selesai makan kami langsung berangkat ke yogya. Kami tiba di yogya sekitar pukul 21.30 wib. Setelah aku tiba di kampus ternyata dihandphoneku ada sms dari Eka. Ternyata Eka dan Tomy telah lebih dulu sampai di yogya 1 jam lebih cepat dari kami. Ruly langsung memutuskan untuk tidur di kampus. Dia langsung mengambil kasur. Aku dan Vidis langsung pulang. Perjalanan yang melelahkan tapi juga menyenangkan. Cukup mengasyikkan...


3 comments:

d' smaLL pRinT said...

hahahahahah...
gile jalana menggiLa curam serem horor gituw yakan...
eh membuka aib gw ne gara2 kekunci d dalam candi...heheh...
kapan Qta jalan2 lg hohoho...
asik asik asik.........

Admin said...

candi sukuh banyak atefak yang gambarnya al..................tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii. (sensor). candi cetha. jalanya maknyusssssss

vikayoga said...

AKU NGGAK DIAJAK!