September 23, 2008

Haruskah Aku Dipidana ?


Yogyakarta adalah kota pelajar begitu sebutan yang begitu familiar aku dengar dari dulu sampai sekarang mungkin. Pelajar identik dengan pengetahuan sedangkan pengetahuan itu sendiri tidak bisa dilepaskan dengan buku. Ya pada akhirnya muncul anonim bahwa buku adalah jendela ilmu. Yogya memang terkenal dengan surganya buku. penrbit-penerbit buku begitu banyak tersebar di Yogya mulai dari yang serius sampai dengan yang hanya mengkhususkan pada buku-buku humor. Maka tidak salah jika Yogya dijadikan tempat referensi untuk mencari buku. Dari segi harga mungkin tidak berbeda jauh dengan kota-kota lainnya namun dari segi kuantitas Yogya menang mutlak dengan kota-kota lainnya bahkan dengan Jakarta sekalipun.
Maka tidak salah jika setiap mahasiswa luar yang datang ke Yogya menyempatkan diri untuk belanja buku. Temen-temen dari ITATS (Institut Teknologi Adi Tama Surabaya) misalnya. Mereka bahkan menghabiskan hampir 2 juta untuk belanja buku di Yogya. Bagi para penghobi baca mungkin tidak asing lagi dengan komplek penjualan buku yang terletak di tengah-tengah kota Yogya. Shoping, begitu orang biasa menyebutnya. Padahal tidak ada satupun kata-kata shoping terlihat di komplek tersebut. Selain harganya yang murah, di sana biasanya tersedia buku-buku aneh yang jarang ada di toko buku populer semisal Gramedia. Selain terkenal karena murah, di Shoping juga terkenal sebagai pusat plagiat buku terbesar bahkan mungkin di Indonesia. Disana toko-toko secara terang-terangan menawarkan harga buku yang sangat murah tapi jangan senang dulu biasanya buku-buku murah tersebut kalau tidak bekas biasanya juga bajakan (copy). Bayangkan saja buku tetraloginya Andrea Hirata yang biasanya dijual diatas harga 40 ribu (asli), buku copyannya hanya dihargai 15 ribu. Aku sempat berpikir mungkin kalu si Andre dan Bentang pustaka (penerbit teralogi tersebut) tahu mereka akan marah bukan main.

Aku sebagai seorang mahasiswa fakultas hukum juga sangat anti terhadap buku-buku bajakan (pada mulanya). Buku-buku yang aku beli semua asli cara mensiasati mahalnya buku-buku itu biasanya aku beli buku pada saat pameran atau beli buku di toko buku diskon. Tapi tepat tanggal 27 Agustus 2008 akhirnya idealisme aku pecah juga. Idelisme untuk tidak membeli buku-buku bajakan. The Secret, buku itu memang telah lama aku ingin beli namun karena harganya yang masih diatas 50 ribu maka aku masih tahan-tahan mengingat keuangan yang tidak stabil. bayangkan aja, dengan uang 50 ribu aku bisa beli dua atau bahkan tiga buku.

Teman-teman dari Jember Dani (sekjen nasional Perhimpunan pers mahasiswa indonesia) dan Fandi (Dewan etik nasional PPMI) datang ke Yogya, jadwal mereka adalah belanja buku, aku dan temanku sebagai tuan rumah akhirnya menemani mereka belanja buku. Tujuannya pertama ke Shoping. Setelah parkir motor kami masuk ke komplek tersebut, pandangan mataku langsung tertuju ke sebuah buku yang sudah lama aku incar, The secret. akhirnya aku iseng-iseng nanya harganya, ternyata setelah diskon harganya turun menjadi 45 ribu. Semua toko yang kelihatan memajang buku The Secret aku tanykan harganya rata-rata harganya 45 ribu. ada satu toko yang mewarkan harga paling murah yaitu 42 ribu, berbeda 3 ribu tapi cukup membantu aku karena uangnya juga mepet. Sempat aku langsung ingin membelinya tapi karena kita masih ada di lan tai 1 maka aku memutuskan untuk naik ke lantai 2, siapa tahu ada yang menawarkan lebih murah lagi.

Begitu naik ke lantai 2 aku kembali melakukan rutinitas seperti di lantai satu ternyata harganya sama. Ketika aku sudah mulai capek dan niatan untuk membeli buku yang hargaya 42 ribu itu sudah bulat iseng-iseng aku nanya di toko buku dekat tangga. Betapa kagetnya aku ketika mendengar harga yang ditawarkan. 25 ribu itupun setelah aku tawar akhirnya berkurang jadi tinggal hanya 20 ribu. Dengan santainya mas-mas penjaga toko itu bilang "tapi copyan mas..."

Aku sempat turun ke latai 1 minum es teh dan ngerokok sambil mikir mana yang lebih baik, beli buku bajakan atau buku asli. Ternyata setelah aku pikir-pikir, buku itu buku sensasional, best seller dan penerbitnyapun gramedia jadi mungkin mereka telah banyak mendapatkan untung, mereka tidak akan rugi banyak jika buku bajakannya aku beli. Dan akhirnya buku The Secret berhasil aku beli walaupun hanya bajakan. tapi dari cover dan isinya tidak ada perbedaan yang mencolok, mungkin hanya kualitas kertas yang membedakan.Keinginanku untuk memiliki buku The Secret akhirnya kesampaian juga. Tapi berarti aku juga termasuk orang yang membantu memperlancar proses berjalannya tindak pidana pembajakan, kemungkinan untuk aku menjadi terpidana bisa terjadi . Tapi pantas tidak aku dipidana ?.

Satu sisi kita diminta untuk gemar membaca tapi disisi lain harga buku menjadi tidak terkontrol sehingga membuat kebingungan bagi orang yang tidak punya cukup uang. Selain bidang pendidikan yang sudah sangat sulit diakses oleh sebagian orang, kini BUKU yang merupakan salah satu jalan yang seharusnya menjadi alternatif untuk memperoleh ilmu, perlahan-lahan mulai dipersulit cara memperolehnya.

Selengkapnya......

Triangle Community


Keinginan untuk tidak selalu bergantung pada orang tua mendorong aku dan beberapa orang temenku mempunyai pikiran untuk mendirikan sebuah EO (Even Organizer). Beberapa orang berpendapat bahwa wajar sebenarnya jika anak-anak yang masih duduk dibangku kuliah mendapat kiriman uang dari orang tua. Tapi tidak bagi kami, memang terkesan tinggi sekali idealisme kami. Kesempatan menimba ilmu di kuliah telah kami dapatkan (walaupun belum selesai), pembelajaran tentang berbagai macam cara hidup juga telah kami peroleh kini tinggal cara bagaimana kami mengaplikasikannya. Biaya kuliah yang mahal dengan disertai meningkatnya beban hidup semakin memperkuat keinginan kami untuk mencoba bertahan hidup dengan cara kami sendiri.

Sudah beberapa kali pembicaraan-pembicaraan serius telah kami lakukan. Dan dengan pertimbangan yang matang akhirnya EO yang kita rencanakan terbentuk juga tepat pada tanggal 15 Juli 2008. Triangle sebuah nama yang kita sepakati sebagai identitas kami. Kata Community sengaja kami tambahkan dibelakang kata triangle mengingat EO ini belum terdaftar dihadapan notaris. Community atau komunitas menjadi dasar yang kuat, mengingat bahwa pendirian suatu komunitas tidak memerlukan perizinan yang ribet dan biaya yang mahal.

Struktur kerja sudah dibentuk. Job desk juga sudah terbagi dengan matang. untuk masalah-masalah struktur dan kerja tidak membuat kami pusing karena teman-teman yang tergabung dalam Triangle Community sudah punya pengalaman dalam organisasi. Beberapa rencana kerja sudah mulai disusun, target-targetpun sudah mulai dibuat. Sasaran pertama adalah politik pencitraan. Kita mencoba membuat sebuah even dengan tidak berdasar profit terlebih dahulu karena kita yakin kepercayaan yang orang lain berkan kepada kita menjadi hal yang utama.

Lobi-lobi sudah mulai kita lakukan, target pertama adalah bedah buku yang bekerja sama dengan penerbit buku yang tengah naik daun, penerbit Bentang (PT Bentang Pustaka). Penrbit dari yogyakarta yang berhasil dengan novel tetraloginya Andrea Hirata dan juga dengan Kick Andynya. Beberapa kali "tim negosiasi" Triangle bertemu dengan direktur Bentang dan itupun tidak sia-sia, akhirnya Bentang sepakat bekerja sama dengan kita untuk bedah buku karangan Kribo (Kartunis Kompas) yang berjudul DPR. Bentang berpendapat bahwa buku yang akan dibedah ini termasuk salah satu buku bagus terbitan Bentang yang launchingnya dilaksanakan pertengahan September kemarin dan Triangle berkesampatan membedah buku ini untuk yang pertama kalinya.

Tanggal 25 Oktober menjadi tanggal yang dipilih untuk acara ini, kami persiapkan acara ini dengan matang mengingat acara ini adalah proyek pertama yang kami. Untuk tempat mulai sekarang kami masih melakukan survei. Semoga proyek pertama kita dapat berlangsung sukses. Semoga bedah buku ini menjadi awal bagi kesuksesan kami Triangle Community.


Selengkapnya......