January 21, 2008

The Most Favorable People

Tak terasa sudah 3 kali puasa aku lalui di yogya. Tapi bukan seperti bang toyyib yang tidak pulang-pulang, setiap tahun aku harus pulang. Selepas SMA aku putuskan untuk lanjutkan study di kota pelajar ini. Keputusan untuk sekolah di yogya benar-benar merupakan keinginanku sendiri, jadi aku ingin manfaatkan untuk sebanyak-banyaknya memperoleh ilmu.


Mungkin keinginanku kuliah di yogya sedikit membuat kebingungan di antara teman-temanku. Bagaimana tidak, mereka lebih memilih kota-kota di jawa timur sebagai tempat belajar. Jarak yang jauh dan yang katanya sedikit orang Madura menjadi alasannya. Tapi yang terjadi di keluargaku malah sebaliknya, mereka tidak khawatir dengan keputusanku, sebab kakak kandungku telah lebih dulu berada di yogya. Tak hanya kakak kandungku, beberapa orang sepupuku juga lebih dulu berada di sana. Bahkan kakak kandungku sudah mengikuti jejak sepupuku yang telah lebih dulu menjadi warga yogya.
Ketika pertama aku tiba di yogya, tak henti-hentinya rasa heran menggelayut di pikiranku. Semua alasan yang digunakan teman-temanku untuk tidak kuliah di yogya yang sempat menjadi doktrin didiriku, seakan hilang entah kemana. 12 jam perjalan dari Sumenep ke yogyakarta, tak aku rasakan sebagai sebuah perjalanan yang jauh. Orang-orang Madura dan orang-orang dari daerah yang serumpun dengan Madura juga banyak aku temui di yogya.
Bagi kebanyakan orang luar, Madura diidentikkan dengan tiga kata yaitu garam, sate dan carok. Kata ketiga tadi seringkali aku dengar ketika aku masih kuliah tahun pertama dan kedua di yogya. “Tak clurit sampeyan”, itulah kalimat pertama yang sering aku dengar dari Orang-orang yang baru mengenalku dan baru tahu kalau aku orang Madura.

Caroklah yang sering menimbulkan pertanyaan yang belum terjawab secara tuntas. Di sisi lain, penilaian orang tentang carok sering terjebak dalam stereotip orang Madura yang keras perilakunya, kaku, menakutkan, dan ekspresif. Stereotip ini sering mendapatkan pembenaran ketika terjadi kasus-kasus kekerasan dengan aktor utama orang Madura. Padahal,peristiwa itu sebenarnya bukan semata-mata masalah etnis, melainkan juga menyangkut masalah ekonomi, sosial, dan politik yang ujung-ujungnya adalah kekuasaan (A.Latief Bustami dalam tinjauan buku Carok: Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura karya : A. Latief Wiyata, LkiS Yogyakarta, 2002).

Atembang poteh mattah, lebbi bagus poteh tolang
Orang-orang Madura memang lebih terkenal dengan sifat kerasnya, bahkan dosenku sendiri pernah bilang bahwa orang Madura tidak takut mati, tapi lebih takut lapar. Entah dia dapat kata-kata itu dari mana, yang pasti orang-orang yang aku kenal, merasa bahwa orang Madura tidak boleh dijadikan musuh karena bisa fatal akibatnya. Terkadang aku berpikir, apa salah orang Madura ? kenapa begitu banyak pandangan negatif yang tertuju pada mereka ?. Sebenarnya pandangan negatif tersebut tidak perlu ada jika diikuti dengan hilangnya rasa takut yang berlebihan terhadap orang Madura. Ya, rasa takut yang berlebihan dan rasa takut yang tidak mendasar menjadi satu sebab mengapa orang-orang Madura selalu identik dengan kekerasan. Toh orang Madura bukan orang yang suka cari gara-gara. Klise negatif itu selalu diidentikan hanya kepada manusia Madura dan sama sekali jarang dilekatkan pada suku-suku lain yang ada di nusantara ini.
Namun anggapan publik selama ini tentang kekerasan yang sering diidentikkan dengan jahat, marah, amoral, kasar, tidak bersahabat, tidaklah benar. Kekerasan berbeda dengan keras, keras memang merupakan watak kebanyakan orang Madura, yang memang kondisi kultural dan geografisnya panas, ombak lautan yang garang, bebatuan yang kokoh, menjadikan watak orang medura keras. Keras dalam hal ini, dalam hal kemauan, memegang prinsip, aqidah, dan keras terhadap ajaran-ajaran agama (islam).
Menilai manusia Madura memang butuh banyak perspektif untuk menghasilkan sebuah pemahaman yang benar akan siapa sejatinya manusia Madura. Sejauh ini telah banyak penelitian-penelitian yang menjadikan orang Madura sebagai obyeknya. Banyak doktor dan profesor yang terlahir dari darah Madura. Emha Ainun Nadjib sempat mengungkapkan bahwa manusia Madura merupakan the most favorable people, yang watak dan kepribadiannya patut dipuji dan dikagumi dengan setulus hati. Belum lagi dari aspek cara berbicaranya, peribahasanya yang menggambarkan prinsip hidupnya, kegemarannya bermigrasi ke berbagai pelosok negeri dan lain-lain. Sebab, tidak ada kelompok masyarakat di muka bumi ini yang dalam menjaga perilaku dan moral hidupnya begitu berhati-hati seperti diperlihatkan oleh orang Madura.

Selengkapnya......